Tak banyak bintang yang bersinar dalam langit ingatanku tentangmu, maka kubiarkan malam membentang tanpa cahaya. Bukan untuk menyimpan dendam dalam gulita, tapi sebagai kanvas gelap yang menunggu untuk dilukis dengan bintang-bintang baru di masa depan. Setiap bintang yang pernah bersinar kini telah redup, tenggelam dalam lautan malam. Namun, roh yang masih diselimuti kulit tidak membiarkan kegelapan ini menelan harapan.
Waktu lampau, langit kita penuh dengan percikan cahaya, setiap bintang menyimpan cerita, kenangan, dan janji. Sayangnya, dalam diam dan seiring malam beberapa bintang padam, meninggalkan jejak samar yang hampir terlupakan.
Dalam diam, kubiarkan malam merampok semua yang telah berlalu, menghapus jejak-jejak yang dulu terasa begitu menyakitkan.
Meski malam tampak sunyi, disitulah mulai bermuara keajaiban dalam keheningan. Setiap bintang yang hilang memberikan ruang bagi bintang-bintang baru untuk muncul, lebih terang dan lebih indah.
Kubawa namamu dalam setiap detak jantung, menyatu dengan denyut nadiku, seakan-akan aliran sungai yang tak pernah berhenti mengalir, membawa serta kenangan kita dalam aliran waktu. Namamu mendarah dalam nadi hidupku, sampai jadi debu.
Maafku telah kuberikan pada angin malam, yang akan membawanya ke ujung dunia. Kubangun harapan baru di atas reruntuhan masa lalu, seperti bunga yang tumbuh di celah-celah bebatuan. Setiap langkah ke depan adalah kesempatan untuk melahirkan prosa yang baru, kali ini dengan bintang-bintang yang lebih cemerlang dan malam yang lebih bermakna.
Saat matahari terbit membawa cahaya baru ke bumi, juga bahwa meski malam telah berlalu, namamu akan selalu menjadi bagian dari ceritaku, mengalir dalam darahku, hidup dalam setiap hembusan nafasku.
Di bawah langit yang sama, dengan bintang-bintang yang berbeda, melanglang bergegas mengisi kanvas hitam itu dengan harapan untuk ingatan yang indah di masa depan. Asmamu tak hanya tertulis di hati, tapi mendarah, menyatu dengan jiwaku seiring langkah di atas alas kaki.
